Mr. Handsome, begitulah gue menyebutnya. Cowok good looking nan handsome yang gue lihat saat gue jogging di sekitar komplek rumah gue. Bisa di katakan gue ‘love at the first sight’. Bukan hanya ketampanannya yang membuat gue jatuh cinta, tapi juga kebaikan dan murah hatinya. Saat kedua kali gue ngeliat dia di luar komplek, dia sedang memberikan sebagian uangnya kepada peminta-minta yang ia temui di jalan. Sungguh sikap yang tidak biasa pada remaja saat ini, terutama cowok.
Setiap hari Minggu pagi, ia selalu jogging di sekitar komplek. Karena itulah gue jadi lebih semangat untuk jogging. Pernah suatu hari saat pulang jogging, gue nekat membuntuti dia dari belakang. Ternyata dia tinggal di Blok D, ngga jauh dari Blok C, rumah gue.
3 minggu berlalu. Gue semakin tertarik sama si Mr. Handsome itu. Semakin gue tertarik, semakin gue penasaran info-info tentang dia. Gue pengen banget tau everything about him. Sekelibat ide bagus terlintas di pikiran gue.
Di sekolah…
“Luna, gue mau wawancarain lo dong! Boleh ngga ?” Tanya gue dengan hebohnya yang membuat semua orang yang ada di kelas melihat ke arah gue.
“Eh maaf maaf.” Kata gue pada orang-orang yang yang terganggu.
“Apaan sih, Ta ? Pagi-pagi udah heboh aja lo! Lo sekarang jadi reporter ya sampe mau wawancarain gue ?”
“Gue mau nanya tentang seorang cowok sama lo. Gue yakin lo pasti tau tentang dia, Lun!”
“Wih, kena badai darimana lo, Ta ? Tiba-tiba lo mau ngomongin cowok, ngga biasanya.” Sahut Luna yang sedikit kaget saat gue ngomong cowok. Luna tau semua tentang gue, karena kami udah temenan dari SD sampai sekarang di SMA.
“Ya walaupun gue dari dulu cuek sama cowok, karena ngga ada yang bisa menarik hati gue, Lun.” Jawab gue sambil senyum-senyum membayangkan rupa cowok yang gue maksud.
“Iya deh iya. Emang siapa sih cowok itu ?”
“Nah, itu masalahnya sobat! Gue ngga tau nama cowok itu. Makanya gue nanya sama lo. Dia tinggal di Blok D, sama kayak rumah lo. Gue yakin lo pasti tau. Lo kan juga update banget tentang cowok-cowok kece yang ada di komplek.”
“Ah ngga segitunya juga kali, Ta. Jadi ngga enak gue. Bentar, gue inget-inget dulu. Setau gue sih cowok-cowok kece yang ada di Blok D banyak banget, Ta. Yang lo maksud orangnya kayak gimana ?”
“Mmm.. Dia itu punya mata yang indah banget, dia manis, handsome, dia juga hot banget, dan senyumannya itu loh, indaaaahh banget. Oh iya, dia juga sering banget jogging setiap Minggu pagi.”
“Siapa ya ? Apa mungkin yang lo maksud itu Kevin ya ?”
“Kevin ?”
“Iya, Ta. Namanya Kevin. Buat mastiin bener atau ngga, mendingan nanti pulang sekolah lo kerumah gue deh. Biasanya sekitar jam 4 atau setengah 5 Kevin udah sampe rumah dari kampus.”
“Oke kalo gitu!” Jawab gue dengan semangatnya. “Oh God, can’t wait !!” Ujar gue dalam hati.
***
Saat-saat yang gue tunggu pun akhirnya tiba. Pulang sekolah, gue ikut ke rumah Luna, untuk memastikan apakah benar cowok yang gue maksud bernama Kevin ?
“Tata, itu Kevin!” Seru Luna, menunjuk kearah Kevin. Kami melakukan pengintaian dari balik jendela rumah Luna.
“Mana mana ?” Gue langsung menutup majalah yang gue baca dan ikut melihat Kevin dari balik jendela.
“Nah iya, dia orang yang gue maksud,Lun! Ternyata namanya Kevin.” Kata gue sambil ngeliatin Kevin.
“Oh ternyata selama ini lo suka sama Kevin ?”
“Lebih tepatnya sih baru-baru ini, Lun. Gue baru ngeliat dia 3 minggu yang lalu.”
“Dia emang orang baru disini, Ta. Sekitar 4 atau 5 minggu yang lalu dia baru pindah ke komplek ini.”
“Oh pantesan aja. Terus, Lun, tell me everything about him!” Kata gue semakin semangat dan semakin penasaran tentang Kevin. Selama di rumah Luna, kami terus bercerita tentang Kevin. Ternyata, orang tua Luna dan orangtua Kevin adalah teman akrab dari semasa mereka kuliah. Jadi, Luna bisa dengan mudah mengetahui tentang Kevin. Dengan begitu, gue lebih gampang lagi dapet info tentang Kevin deh!
***
8 bulan telah berlalu. Dan gue pun akhirnya bisa berteman dengan Kevin. Ini karena Luna yang mengenalkan gue pada Kevin. Sungguh, seperti mimpi rasanya bisa dekat dengan Kevin, orang yang selama ini gue suka. Yaah walaupun hanya sebagai teman.
“Tata, I love you!” Kata Kevin saat kami duduk berdua di taman komplek saat malam hari. Cahaya bulan dan bintang bagaikan ikut meramaikan pernyataan cinta Kevin.
“Deg! Kevin ? He said he love me ?! Ini nyata kan ?” Ujar gue dalam hati. Perasaan gue antara kaget dan senang.
“Lo mau ngga jadi pacar gue ?” Tanya Kevin. Gue hanya bisa diam! Menatap wajahnya pun gue ngga sanggup, apalagi natap matanya ?!
“Ta, kenapa lo diem aja ? Jawab dong,”
“Gue mau banget, Vin!” Batin gue. Entah kenapa tiba-tiba gue speechless! Ngga bisa berkata-kata dan ngga bisa ngeluarin suara pun.
“Tata, jawab dong! Kok lo diem aja sih ? muka lo tablo banget pula. Haduh…”. Tiba-tiba terdengar bunyi handphone. Handphone Kevin berbunyi, tanda ada panggilan masuk. Ia pun segera mengangkat telepon tersebut. Dan gue, masih speechless!
“Ta, barusan nyokap nelpon. Gue disuruh pulang sekarang, ada hal penting katanya. Nanti kalo lo mau jawab pertanyyan gue yang tadi, sms gue aja. Gue duluan, Ta. Maaf ya. Bye Tata!” kata Kevin sambil berlalu meninggalkan gue yang masih speechless.
“Kevin udah pulang. Udah malem juga nih kayaknya,” Batin gue sambil melihat jam tangan gue yang menunjukkan pukul 09.15 P.M. “Gue pulang aja deh. Pas udah sampe rumah, gue sms Luna, minta pendapat dia,”
***
“Luna kok di sms ngga terkirim, ya ? Terpaksa gue telpon,” gue ngomong sendiri di kamar, sambil menekan tombol telepon di handphone.
“Halo, Luna. Lun, gue pengen minta pendapat lo nih. Tadi Kevin bilang ‘love you’ ke gue, terus dia juga nanya gue mau ngga jadi…..”
“Ta, sorry banget. Gue lagi ada acara nih. Nanti aja ya dilanjutin lagi. Bye Tata. Sorry ya,” Ujar Luna yang memotong pembicaraan Tata. Telepon pun terputus.
“Luna sibuk ? Atau gue langsung sms Kevin aja, ya ? Tapi masa gue langsung sms ‘iya, Vin, gue mau jadi pacar lo’, kan ngga enak banget. Eh ada sms, dari siapa nih ?” Batin gue, langsung melihat kiriman sms yang baru masuk.
“Kevin!”
From : Kevin
09.58 P.M
Tata, maaf banget sblmnya. Ternyata td nyokap nyuruh pulang krn gue mau dikenalin sama ‘calon jodoh’ gue. Kata nyokap sih gitu. Ya, gue dijodohin sama ortu gue. Dan ternyata, orang yg di maksud nyokap adlh Luna, temen kita ta. Gue ga pernah tau hal ini sblmnya ta. Maaf banget ya ta.
“Luna sama Kevin di jodohin ? Kenapa tadi pas di telepon Luna ngga bilang ?” Batin gue lagi, tanpa terasa air mata pun mengalir.
***
3 minggu setelah gue tau Kevin dan Luna dijodohin. Sedih banget, sedikit ngga rela. Tapi sekuat apapun gue ngga rela perjodohan mereka, gue tetep ngga akan bisa buat ngebatalin perjodohan itu. Gue ngga punya hak apa-apa untuk ngebatalin. Walaupun gue sayang sama Kevin dan Luna sebagai sahabat gue dari SD. Gue Cuma bisa bilang ‘congratulation’ buat mereka dengan raut wajah senyum dan terlihat senang, tapi ngga dengan hati gue. Ya, hati gue nangis, sedih mendengar perjodohan mereka! Tapi apa boleh buat.
Ulang tahun gue ke 17 tahun pun akhirnya tiba. Gue akan merayakan sweet seventeen bersama keluarga dan sahabat gue di salah satu resort di Bali yang tempatnya tidak jauh dari Pantai Sanur. Dengan perasaan yang berkecamuk, gue menyerahkan undangan Birthday Party gue untuk Luna dan Kevin. Gue ngerasa bagaikan teman jauh dengan mereka! Karena kami mulai jarang berkomunikasi lagi semenjak kejadian malam itu.
Undangan pun udah gue bagikan pada Kevin dan Luna 9 hari yang lalu. Tapi sampai hari ini, 2 hari sebelum acara, Kevin dan Luna belum dapat memastikan kalau mereka akan datang ke acara Birthday Party gue. Galau segalau-galaunya orang baru putus mungkin, bahkan bisa lebih! Dan, tepat di hari H, mereka baru mengabarkan kalau mereka ngga bisa dateng ke acara Birthday Party gue. Luna karena ngga dibolehin sama orangtuanya, sedangkan Kevin ada acara keluarga. Gue ngga bisa memaksa mereka untuk ikut, jadi gue akan merayakan sweet seventeen dengan orangtua dan kedua adik gue.
Acara pun dimulai, tepat saat sunset tiba. Senang rasanya bisa merayakan Sweet Seventeen bersama orangtua dan adik-adikku di tempat seindah ini. Tapi rasanya ada yang kurang tanpa Luna dan Kevin.
“Happy birthday, kakak. Happy birthday kakak. Happy birthday, happy birthday, happy birthday kakak…” Riuh kedua orangtua dan adikku yang bernyanyi.
“Ayo dong, kak, tiup lilinnya. Biar kita bisa makan kuenya, laper, nih!” seru Rara, adikku yang pertama. Diikuti dengan tawa kami.
“Jangan lupa make a wish ya, sayang.” Kata Mama. Tanpa membuang waktu, gue pun make a wish. Setelah itu, gue bersiap untuk meniup lilin.
“Happy birthday Tata, happy birthday Tata, happy birthday, happy birthday, happy birthday Tata… Yeay!”
“Luna ? Kevin ? Bukannya kalian ngga bisa dateng ke Birthday Party gue ya ?” Gue mengurungkan dahulu acara tiup lilin tadi, dan langsung bertanya pada mereka berdua dengan perasaan senang dan bingung.
“Sebenernya, kita bohong sama lo, Ta. Hehe” Ujar Luna yang membawa Birthday Cake.
“Iya, Ta. Kita berdua Cuma bohongan kemaren. So, we’re here!” Sambung Kevin yang membawa buket bunga yang besarnya setengah dari besar badannya.
“Thanks, ya.” Kata gue dengan mata yang berkaca-kaca. “Oh iya, gimana hubungan kalian berdua ?” Tanya gue dengan menahan sakit di hati.
“Hubungan gue sama Kevin itu fake, Ta. Haha maaf lagi, ya.” Jawab Luna, sedangkan Kevin hanya tersenyum mengangguk. Tanda setuju dengan kata-kata Luna.
“Fake ? Jadi…”
“Iya, Ta. Gue sama Luna ngga beneran dijodohin. Kita ngerencanain ini khusus untuk ulang tahun lo. Buat kejutan gitu deh,” Jawab Kevin sambil tersenyum lebar.
“Oh guys! Gue kira beneran.” Kata gue sambil menghampiri Luna dan akan memeluknya.
“Eh, Ta, gue lagi bawa Birthday Cake lo nih. Jangan peluk gue dulu!”
“Hehe maaf deh. Maaf ya, Luna, Kevin atas sikap gue yang jadi dingin karena kalian bilang kalo kalian dijodohin. So sorry,”
“Ngga apa-apa kok, Ta. Ini buket bunga buat lo,” Kata Kevin memberikan buket bunga yang ia bawa.
“So beautiful. Thank you Kevin.”
“Mmm, mendingan lo tiup lilinnya. Kasian tuh adik lo nungguin mau makan kue nya. Haha,” Kata Luna. Dan gue pun segera meniup lilin. Setelah itu, gue memotong kue dam memberikan kue potongan pertama pada Mama dan Papa. Kue kedua, untuk sahabat gue, Luna. Dan yang ketiga untuk Kevin.
“Thank you, Ta.”Ucap Kevin saat gue memberikan potongan kue untuknya.
“Ta, would you be mine ?”
“Are you serious ?”
“Yes, I’m absolutely serious. Would you ?” Tanya Kevin sekali lagi. Gue seketika menoleh pada Mama dan Papa, tapi mereka pun hanya tersenyum.
“Oke, sekarang waktunya untuk bilang,” ucap gue dalam hati.“Yes, I am. I would be yours,” Jawab gue. Kevin pun memeluk gue, diikuti seruan Luna yang sedikit envy.
“Terimakasih ya, Ma, Pa, Rara, Tomy. Thanks juga Luna, Kevin.”
“Sama-sama, Tata!” Jawab mereka semua hampir bersamaan.
“Sekarang kita foto, yuk. Lumayan buat kenang-kenangan.” Sambung Papa. Papa pun segera memanggil fotografer yang sudah di booking Papa.
“Siap semuanya ? Semuanya bilang, ‘SEVENTEEN!’ ya. 1.. 2.. 3…”
Dengan suka cita, kami pun mengikuti perintah sang fotografer dan berteriak,
“SEVENTEEN!”
THE END